Sabtu, 03 Maret 2012

Proses Pendaftaran Merek

Dalam bidang hukum, dengan diratifikasinya Persetujuan TRIPs–WTO dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 menimbulkan konsekuensi bagi Indonesia untuk membentuk dan menyempurnakan ketentuan hukum nasionalnya di bidang hak kekayaan intelektual, salah satunya adalah merek. Indonesia kemudian memenuhinya dengan diundangkannya Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Undang-undang inilah yang kemudian menjadi payung hukum di Indonesia berkaitan dengan perlindungan merek.
Bagi suatu pelaku usaha, merek menjadi pembeda dari produk-produk yang mereka miliki/produksi Sedangkan bagi konsumen, fungsi utama dari merek merupakan suatu pembeda yang mencirikan suatu produk, baik barang maupun jasa, agar dapat lebih mudah dikenali. Merek juga merupakan alat pemasaran dan dasar untuk untuk membangun citra dan reputasi. Konsumen menilai merek dari reputasinya, citranya, dan kualitas-kualitas lainnya yang konsumen inginkan dan dapat memenuhi harapan mereka. Oleh karena itu, memiliki sebuah merek dengan citra dan reputasi yang baik menjadikan sebuah perusahaan menjadi lebih kompetitif. Dari sisi inilah merek menjadi aset tak berwujud (intangible asset) suatu perusahaan.
 Sebagian besar pelaku usaha menyadari pentingnya penggunaan merek untuk membedakan produk yang mereka miliki dengan produk milik pesaing, tapi tidak semua dari mereka yang menyadari mengenai pentingnya perlindungan merek melalui pendaftaran. pelaku usaha dapat berinvestasi dengan memelihara dan meningkatkan kualitas produk, namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu kepemilikan atas merek yang digunakan dalam sebuah produk diberikan pelindungan secara hukum.
 Untuk mendapat status sebagai pemilik hak atas merek para pemilik hak sebagai pemohon harus melewati serangkaian prosedur pendaftaran merek yang diatur dalam Undang-undang tentang merek. Berikut tahapan dari pendaftaran sebuah merek:

·    Permohon menyerahkan formulir pendaftaran merek yang telah diisi, memberikan etiket merek/gambar merek yang akan digunakan, melengkapi deskripsi produk barang/jasa berikut kelas usaha yang ingin didaftarkan, kemudian membayar biaya pendaftaran merek.
·    Pemeriksaan formal, merupakan pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan sesuai dengan syarat administrasi dan formalitas.
·   Pemeriksaan Substansif, merupakan pemeriksaan isi berkas permohonan untuk memperjelas bahwa merek yang diajukan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·    Publikasi dan oposisi, dimana merek yang didaftarkan akan dipublikasikan dengan rentang waktu tertentu untuk memberikan kesempatan bagi pihak ketiga mengajukan keberatan, apabila ada.
·    Pengeluaran sertifikat, apabila telah diputuskan bahwa tidak ada alasan untuk penolakan, maka merek tersebut didaftar dan sertifikat pendaftarannya akan dikeluarkan untuk masa berlaku 10 tahun, dan dapat diperpanjang untuk masa yang sama.

Untuk lebih jelas mengenai prosedur pendaftaran merek, berikut adalah gambaran alur sebuah merek dagang atau jasa untuk mendapatkan hak eksklusifnya.


             Demikianlah prosedur yang harus dijalani oleh pemohon untuk mendaftarkan mereknya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam ketentuan tersebut idealnya diperlukan waktu selama 14 (empat belas) bulan untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum atas hak eksklusif merek bagi pemohon. Namun hal tersebut masih dengan catatan tidak ada kekurangan persyaratan maupun keberatan dari pihak ketiga perihal permohonan pendaftaran merek tersebut.
  Telah terdaftarnya merek produk, maka pelaku usaha otomatis mendapatkan hak eksklusif atas merek tersebut. Hak-hak pemilik merek terdaftar antara lain hak untuk menggunakan sendiri, hak mengalihkan kepada pihak lain, hak memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut, hak untuk memperpanjang perlindungan hukum merek yang digunakan, hak untuk menuntut baik perdata maupun pidana, hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tuntutan orang lain baik secara perdata maupun pidana.

Kebun Milik Bersama Kera dan Kura-Kura


Pada suatu hari kera mengajak kura-kura untuk bersama-sama membuat suatu kebun. Ajakan tersebut tidak mendapat persetujuan kura-kura. Namun sang kera berusaha melaksanakan niatnya dengan mengatakan, "Baiklah, masing-masing kita membuat kebunnya sendiri-sendiri akan tetapi yang satu berbatasan dengan yang lain." Usul ini lebih wajar, menurut kura kura sehingga ia menerimanya, dan mulailah mereka bekerja.

Setelah masing-masing membersihkan sebidang tanah belukar, maka mulailah kura-kura membersihkan rumput, sementara kera berdiam diri.

"Kenapa tidak mencabut rumput?" tanya kura-kura.

"Saya harus pulang sekarang untuk menangkap ikan," jawab kera.

Kura-kura kemudian bertanya apakah masing-masing kebun itu akan ditanami tanaman secara bersama-sama, yang dijawab oleh kera bahwa hal ini lebih baik dikerjakan oleh kura-kura, oleh karena ternyata kebunnya telah ia bersihkan dalam waktu yang singkat sekali.

Kura-kura menjawab bahwa itu bukan suatu alasan yang kuat, di samping itu kera dapat berbuat lebih banyak seperti memanjat pohon, sementara ia sendiri tak mampu melakukan itu.

"Tetapi kamu bisa merayap dan dalam sekali merayap kebun sudah bersih!" jawab sang kera.

Ketika tiba saat bercocok tanam, maka kura-kuralah yang melaksanakan pekerjaan itu untuk masing-masing kebun, sementara kera membayar ongkos-ongkos pekerjaan kepada kura-kura untuk bagiannya sendiri yang telah turut ditanami. Tanaman-tanaman meliputi padi, jagung, pisang, dan sayur-sayuran seperti tomat dan lombok.

Pohon-pohon tomat dan terong pertama-tama mulai menampakkan hasilnya. Melihat hal ini, sang kera meloncat-loncat dan menari-nari kegirangan sambil berpikir bahwa kura-kura pasti tak akan mengecap hasilnya oleh karena tak mampu memanjat. Setelah beberapa waktu menunggu hasil tanaman menjadi tua, maka terlihat oleh kura-kura bahwa sebagian hasil lombok dan terong-terongan telah hilang dicuri orang. Begitupun jagungnya yang telah mulai menguning. Dan menghilangnya hasil tanamannya itu meningkat dari hari ke hari, sehingga ia adakan ikhtiar dan mulai adakan penjagaan sendiri. Hal yang sama terjadi dengan padinya.

Ia sama sekali tidak menduga bahwa kera telah menuainya, ketika ia berpergian meninggalkan kebunnya. kura-kura mengadukan kemalangan yang menimpanya itu kepada kera. Mendengarkan kata-kata yang diucapkan kura-kura, kera berpura-pura merasa tersinggung, dan menjanjikan kura-kura untuk menanyakannya kepada seorang ahli nujum siapa kiranya pencuri itu.

Sesuai janjinya, kera menanyakan kepada ahli nujum. Ahli nujum menjelaskan bahwa sang pencuri adalah pemilik kebun yang berbatasan. Setelah kembali, kera menemui kura-kura dan berbohong bahwa pencuri hasil kebun kura-kura adalah ia yang tidak memiliki kebun.

Ketika pisangnya mulai masak, maka kura-kura memperketat penjagaannya serta menggunakan akalnya untuk meningkatkan kewaspadaannya. Ia mengelilingi pohon pisangnya yang bertandan dengan buah yang telah tua dengan ijuk yang kering.

Supaya tidak terlihat pada waktu ia berjaga, ia membuat tempat persembunyian dari tempat ia dapat melakukan pengintaian sambil berpikir, "Kali ini pencuri tak akan berhasil, Ia tak akan lolos. Ia akan mati."

Ketika buah pisang sudah masak, maka datanglah sang pencuri, yang ternyata adalah kera itu sendiri. Tanpa mencurigai sesuatu ia memanjat pohon pisang yang berbuah masak itu. Belum lagi ia melaksanakan niatnya, maka kura-kura dari bawah pohon mengatakan, "Saya telah menggunakan penawar (guna-guna) untuk mendapatkan keterangan bahwa semua hasil tanamanku kamu yang curi. Padahal kau mengatakan bahwa si ahli nujum meramalkan sang pencuri tidak berkebun. Maka saat ini juga kau akan mati. Kau tidak akan bisa turun lagi, karena saya akan bakar ijuk ini." Tanpa menunggu lebih lama kura-kura membakar ijuk sekeliling pohon pisang itu.

Melihat tindakan kura-kura, kera segera meloncat turun, akan tetapi terjatuh ke tanah. Badannya merasa sakit sekali, dan oleh karena jengkel ia melaporkan kura-kura kepada kepala desa. Sebaliknya kura-kura juga telah melaporkan perbuatan sang kera kepada kepala desa. Keduanya disuruh menghadap kepala desa untuk suatu keputusan. Ternyata keputusan yang diambil oleh kepala desa merupakan hukuman bagi kera untuk menggantikan semua kerugian yang diderita kura-kura, mulai dari membayar hasil sayur-sayuran yang dicurinya sampai kepada padi, jangung, dan pisang.

Sumber: Cerita Rakyat Daerah Maluku, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1982.